Sepeninggal mentari di ufuk barat,
Dunia gelap gulita, larut dalam senja.
Hati pun terpikir, akan hari yang akhir,
Di mana segala perbuatan dihisab tanpa cela.
Malam ini, kaca bumi terbelah,
Seperti ditampar gelombang yang ganas.
Mengguratkan pilu betapa rapuhnya kita,
Saat merenung tentang kelamnya hari tak terduga.
Dunia berlalu begitu cepat seperti angin,
Sementara hati terikat dalam kenangan berulang.
Namun inginkah kita tersenyum saat bertemu maut?
Atau hanya menyesali kesia-siaan tak tertunggu-tunggu?
Renungan malam ini, mendalam dalam jiwa,
Tentang selaksa kehidupan yang telah kita jalani.
Tiada satu pun rahasia yang tersembunyi,
Entahkan hampanya amal atau jingga surga nan merona.
Kutuakan peluh tangan dan air mata tak terbendung,
Bagaimana caraku melantinkan sejuta renungan?
Nurani bergumul menggapai ridha Sang Pencipta,
Di antara sunyi malam dan keramaian dunia yang buruk rupa.
Oh Tuhan, ampuni segala dosa dan khilafku!
Beri petunjuk jalanku menuju cahaya-Mu!
Berikan aku kekuatan untuk menapaki jalan yang benar,
Dan hadirkanlah rasa harapan dalam setiap detak jantungku.
Puisi renungan hari akhir adalah lembaran esensi,
Yang mengajak kita merenung dan berintrospeksi.
Di setiap baitnya, tersirat hikmah penuh makna,
Untuk mengingatkan diri akan kebesaran-Nya.
Tersebarlah pesan indah tentang arti hidup,
Tentang persaudaraan, kasih sayang, dan keikhlasan.
Runtuhan dosa-dosa bisa terhapus menjadi debu,
Jika hati kita terbuka untuk kasih-Nya yang abadi.
Lewati hari-hari dengan penuh syukur dan pengharapan,
Jadikan puisi renungan ini sebagai sumber inspirasi.
Mari hadapi dunia dengan sikap bijak dan berani,
Karena pada akhirnya, hidup ini hanyalah perjalanan menuju tujuan fana dan abadi.
Berserah dirilah pada Sang Pencipta yang Maha Kuasa,
Berikan ikhtiar terbaik dalam setiap usaha.
Dan jadikanlah puisi renungan hari akhir ini
Sebagai pijakan untuk menuju takdir abadi yang suci.