Evan Marvino, seorang aktor dengan segudang prestasi, belakangan ini menarik perhatian publik dengan pernyataannya yang mengandung kritik tajam kepada sejumlah artis pendatang baru. Melalui ungkapannya, ia menyoroti fenomena ‘star attitude’ yang terkadang ditunjukkan oleh beberapa wajah baru di industri hiburan. Kritik ini tidak hanya sekadar sindiran, melainkan juga merupakan cerminan dari realitas dalam dunia hiburan yang kerap kali dipenuhi oleh ambisi dan ekspektasi yang tidak selalu sejalan dengan etika kerja yang baik.
Kritik yang dilontarkan Evan Marvino dapat dilihat sebagai upaya untuk mengingatkan para pendatang baru bahwa kesuksesan yang diraih seharusnya tidak membuat mereka merasa lebih dari yang seharusnya. Fenomena ini menjadi semakin nyata di era digital, di mana media sosial memberi peluang bagi siapa saja untuk meraih ketenaran dalam waktu singkat. Namun, dengan ketenaran yang cepat tersebut, sering kali muncul sikap yang kurang pantas, atau yang sering disebut sebagai ‘belagu’.
Sikap belagu ini merujuk pada perlakuan yang angkuh atau sombong, di mana seseorang merasa lebih tinggi dari yang lainnya, terutama kepada senior atau mereka yang sudah lebih dulu berkarier. Dalam konteks ini, Evan menekankan pentingnya sikap rendah hati dan rasa hormat terhadap perjalanan karir orang lain sebagai fondasi untuk membangun keberlanjutan dalam karir mereka sendiri.
Mengapa sikap ini penting? Dalam sebuah industri yang selalu berubah, kemampuan untuk tetap relevan dan diterima oleh publik sangat bergantung pada reputasi dan hubungan yang dibangun. Ketika seorang artis menunjukkan sikap yang tidak pantas, bukan hanya citra mereka yang dirugikan, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesempatan mereka untuk berkolaborasi dengan yang lain di masa depan.
Marvino menunjukkan kepada generasi muda ini bahwa realitas industri hiburan bukanlah sekedar glamour dan ketenaran, tetapi juga kerja keras, konsistensi, dan komitmen. Diskusi ini membuka ruang bagi pertanyaan yang lebih mendalam: Apakah ketenaran mengubah seseorang, dan jika demikian, mengubahnya ke arah mana? Sikap yang positif dan sikap kerja keras perlu ditanamkan dari awal, agar para pendatang baru tidak terjebak dalam ilusi kesuksesan instan.
Selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan dampak media sosial dalam membentuk ‘star attitude’. Dengan munculnya platform-platform seperti Instagram dan TikTok, banyak orang yang menjadi terkenal dalam waktu yang relatif singkat. Namun, ketenaran ini sering kali datang tanpa pengawalan yang solid mengenai etika dan norma dalam berinteraksi dengan rekan kerja. Hal ini bisa menimbulkan situasi di mana pendatang baru merasa mereka memiliki hak untuk bersikap arogan terhadap artis lain yang mungkin lebih berpengalaman.
Dalam retorika Evan Marvino, terdapat pesan penting yang diharapkan kian dipahami oleh para pendatang baru. Ia mengajak mereka untuk merenungkan arti sebenarnya dari kesuksesan dan bagaimana mereka bisa mencapainya dengan cara yang sopan dan menghargai perjalanan rekan-rekan mereka. Melalui kata-katanya, tersimpan harapan agar artis-artis baru mampu membangun reputasi yang baik dengan mengedepankan kolaborasi dan saling menghormati, daripada berfokus pada keyword ‘star’ yang berpotensi menciptakan sekat di antara mereka.
Lebih jauh lagi, sindiran ini juga bisa menjadi ajakan untuk melakukan introspeksi bagi siapapun yang terjun ke dunia hiburan. Di sinilah pentingnya memiliki mentor atau panutan yang bisa menunjukkan jalan yang benar. Ketika perhatian publik semakin terfokus pada individu, sulit untuk tidak terpengaruh oleh pujian atau kritik. Namun, memiliki seseorang yang bisa memandu dan memberikan perspektif yang seimbang akan membantu menjaga sikap tetap rendah hati dan terfokus pada pengembangan diri yang berkelanjutan.
Situasi ini membuka peluang bagi para pelaku industri untuk lebih aktif dalam melakukan pendidikan karakter kepada pendatang baru. Melalui seminar, workshop, atau diskusi langsung, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh artis senior dapat disebarluaskan, sehingga generasi penerus memiliki panduan yang jelas dan bisa menghindari kesalahan yang sama. Dengan cara ini, industri hiburan diharapkan akan lebih berkelanjutan, dengan talenta yang tidak hanya berbakat tetapi juga memiliki attitude yang baik.
Dalam bisnis hiburan, attitude secara keseluruhan memegang peranan yang sangat penting. Ketika ingin mencapai puncak, rasa hormat kepada sesama rekan menjadi nada dasar untuk mengukir perjalanan yang sukses. Dengan saling menghargai dan berlaku baik kepada satu sama lain, para artis bisa menciptakan lingkungan yang kian kondusif bagi pertumbuhan mereka masing-masing serta bagi industri secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, sindiran yang dilontarkan Evan Marvino bukanlah sebuah serangan personal, melainkan sebuah panggilan untuk kesadaran kolektif dalam industri hiburan. Ini adalah momen refleksi penting bagi semua pelaku industri, agar tidak terjebak dalam sikap arogan dan sebaliknya, mampu membangun sebuah komunitas yang saling mendukung. Dengan menyingkirkan ‘star attitude’ yang negatif, kita bisa memfasilitasi terciptanya generasi artis yang lebih baik dan berbudaya dalam industri hiburan Indonesia.