Pendidikan formal Kiai Maksum dimulai dari Sekolah Rakyat Islam (SRI) kemudian melanjutkan ke MULO setelah lulus dari SRI. Namun, setelah itu beliau memilih untuk menempuh pendidikan non-formal di pondok pesantren. Kiai Maksum mengemban amanah sebagai pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo pada tahun 1937 menggantikan almarhum ayahnya Kiai Muhammad Cholil Bangil.
Selama memimpin Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Maksum memberikan perhatian yang besar pada pengembangan metode pengajaran dan pembelajaran. Beliau mengembangkan konsep pembelajaran yang disebut kiai asyik yaitu seorang guru yang dapat membuat santrinya berkonsentrasi penuh dalam belajar sehingga mereka tidak merasa bosan dan takut untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti.
Kiai Maksum juga dikenal sebagai sosok kharismatik dengan kemampuan berbicara yang baik dan fasih dalam bahasa Arab serta bahasa Indonesia. Beliau kerap memberikan ceramah dan khutbah yang inspiratif dan dapat memotivasi para santrinya serta masyarakat sekitar.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, Kiai Maksum turut aktif sebagai anggota Konstituante RI serta membantu menjalin hubungan baik antara pesantren dengan pemerintah. Beliau juga memperjuangkan kesejahteraan dan hak-hak pendidikan bagi santri.
Selain itu, Kiai Maksum juga dikenal sebagai tokoh yang ramah terhadap pemeluk agama lain dan sangat menghargai perbedaan. Beliau selalu menekankan pentingnya toleransi antarumat beragama sebagai bagian dari nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
Meskipun telah meninggal dunia, warisan Kiai Maksum masih terus dikenang hingga saat ini. Beliau menjadi teladan bagi banyak orang dalam memperjuangkan pendidikan dan keberagaman di Indonesia. Kiai Maksum juga menunjukkan bahwa seorang pemimpin religius dapat memiliki visi jauh ke depan dan memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa.